Kenapa penyesalan selalu datang belakangan?

Oleh Muhammad Ridwan,S.H

Kenapa penyesalan selalu datang belakangan?

Manajemen Otak untuk hari hari lebik baik dan bahagia.

Sistem kerja otak manusia mempunyai yang namanya Thinker dan feeler Pemikir dan perasa diri kita harus bisa mengendalikan kedua makhluk ini.

Sebelum melanjutkan pembahasan saya ingin bercerita sedikit pengalaman yang saya alami pada tahun 2022 lalu ketika di bulan Ramadhan. Membuat janjian untuk buka bersama dengan teman karena sudah lama sekali tidak bersua. Sudah sepakat untuk bertemu dengan jam dan tanggal yang sudah di tentukan. Beberapa hari berselang Handphone saya memunculkan notif WhatsApp berasal dari kontak teman saya tadi. Saya mengira ia akan mengingatkan saya agar supaya tidak lupa dengan rencana kita. Ternyata perkiraan ku salah isi pesan WhatsApp nya  malah berisi permintaan maaf yang tidak bisa memenuhi janji yang di buat bersama. Padahal dari siang hari saya sudah prepare bertemu untuk makan bersama, ngobrol ngalor ngidul random gak jelas gosipin sana sini yang sudah terbayang sebelum nya dan ternyata batal karena dia ada kepentingan pekerjaan nya. Kecewa? Iya, marah? Iya bagaimana tidak sudah sekian lama tanpa bertemu menemuinya adalah kesempatan yang langka itu malah di batalkan oleh dia. Akhirnya kami bersepakat untuk pindah ke lain hari tetapi di bulan yang sama sepakat lah kita berdua untuk mengundur agenda itu. Beberapa hari Kemudian tibalah pada waktu yang sudah ku nantikan dan ekspektasi sama seperti awal janji bertemu itu, dan apa yang terjadi adalah di luar kendali ku, dia membatalkan perjanjian yang di buat untuk kedua kalinya. Nafas panjang beberapa kali ku keluarkan setelah membaca pesan singkat darinya dan alasan nya adalah masalah pekerjaan nya lagi. Kecewa? Marah? Pastinya karena sudah kedua kalinya. Setelah dia meminta maaf di putuskan lagi untuk di undur beberapa hari kedepan dan aku iyakan saja karena mungkin kepercayaan ku sudah berkurang kepadanya, hfftttt… Sabar ini bulan puasa (gerutuku dalam hati). Beberapa kali kita membuat janji dan beberapa kali pula dia sendiri yang membatalkan nya dan aku semakin muak dengan itu, akhirnya kita bertemu dengan bayangan yang ku rancang sejak awal meskipun sedikit ada rasa kecewa kami pun bertemu dan … Akhirnya Makan.

Jika di pikir pikir lagi, ketika teman ku tadi selalu membatalkan janji nya mungkin pekerjaan nya di gunakan alasan itu merupakan salah satu penopang ekonomi nya, serta keluarga nya atau jika dia jadi pergi bersamaku ia akan di pecat atau… Banyak sekali alasan alasan yang rasio sebenarnya. Mark mansion dalam bukunya yang saya baca berjudul “Everything is Fucked” Mengklasifikasi kan sistem kerja otak kita ada dua. Pertama adalah otak perasa yang kedua adalah otak pemikir. Kasus di atas yang saya alami merupakan respon dari otak perasa sedangkan otak pemikir saya tiarap untuk sementara. Megapa hal ini bisa terjadi. Berikutnya mari kita bahas.

Otak Pemikir (Thinking Brain)

Makhluk satu ini adalah sumber dari pikiran pikiran sadar kita atau pikiran rasional. Kemampuan nya adalah untuk mengkalkulasi, memperhitungkan berbagai macam pilihan serta mengekspresikan melalui bahasa. Sifat nya hati hati tanpa prasangka dan akurasi. Otak ini membutuhkan banyak usaha dan energi untuk bekerja. Agar kemampuan nya bertambah baik maka harus banyaj berlatih tetapi jika terlalu berlebihan dalam menggunakan nya maka akan tumbang juga.

Otak perasaan (Feeling brain)

Otak ini merupakan sumber dari emosi kita (perasaan dorongan hati) insting serta intuisi. Otak perasa ini membutuhkan waktu yabg sedikit lama dalam mengambil keputusan sedikit rumit menjelaskan nya dan beginilah fitrah dari otak perasa.

Pada kenyataannya, otak perasa atau emosi lah yang mengendalikan kesadaran kita. Dia kaptennya. Terima atau tidak terima, itulah kenyataannya. Perlu kita pahami juga bahwa pendorong tubuh kita bergerak juga adalah emosi. Emosi mencetuskan aksi, aksi mencetuskan emosi. Jika ternyata otak perasa adalah pemegang kemudi, maka benar adanya bahwa otak pemikir hanya navigator saja. Karena dua otak itu sama- sama penting, maka manajemen otak yang benar adalah dengan mengendalikan keduanya. Jika otak pemikir ini hanya navigator, maka dia hanya bisa memberikan masukan dan memberikan informasi jalur tercepat mencapai tujuan. Masalahnya otak perasa tidak mudah diatur dan sering bertindak semaunya tanpa akurasi data. Hal ini yang akhirnya menimbulkan gejolak jiwa. Kadang otak pemikir memberi aba- aba untuk segera menyelesaikan skripsi, sementara otak perasa berkata bahwa hidup cuma sekali, kenapa tidak memprioritaskan senang- senang dulu, skripsinya masih bisa besok. Pelajarannya adalah, jika otak pemikir kemudian menjadi sombong karena bukan biang kerok dari keburukan manusia, sementara otak perasa menutup mata dan telinga hanya mengikuti maunya tanpa persulit akibat yang terjadi. Maka bisa disimpulkan bahwa rasionalitas tidak bisa menjadi pengendali diri, karena nyatanya emosi yang memegang kendali. Satu- satunya cara menghindari bentrok dan malah menimbulkan penyakit jiwa adalah penerimaan diri. Singkatnya adalah otak pemikir kita harus menerima segala keburukan dari otak perasa, dan berusaha bekerja sama tanpa berusaha mengambil alih kendali. Tapi untuk mengembangkan penerimaan diri, kita harus menjalankan proses yang dijelaskan di bagian berikutnya.

Proses penerimaan diri

Kamu harus menerima bahwa kamu tidak bisa mengendalikan otak perasa sepenuhnya, meskipun sangat ingin kamu coba lagi dan lagi. Kamu harus menerima bahwa otak perasa atau emosimu atau perasaanmu sungguh sangat merepotkan dan sering bikin kacau.

Pahami baik- baik perasaanmu sendiri. Kenali dan terima. Kadang penting bagi perasaanmu melepaskan hal- hal yang mengganjal dan mengganggu. Penting juga untuk membiarkannya bersenang- senang. Biarkan otak perasamu itu bernafas lega. Karena dengan begitu cengkeramannya pada kemudi akan melonggar. Setelah bisa memahami otak perasa, ini adalah saat yang tepat untuk bernegosiasi. Kesempatan yang baik bagi otak pemikir memikatnya dengan cara- cara yang dia mengerti. Melalui perasaan- perasaan. Bisa jadi dengan menawarkan keuntungan- keuntungan, menyebutkan segala hal yang seksi, cantik, atau menyenangkan yang bisa didapat jika mencapai tujuan. Ingatkan otak perasa bahwa betapa bangganya jika bisa tampil sensual dengan tubuh ideal setelah menahan diri untuk tidak makan makanan berlemak, atau hasil kerja keras setelah berolah raga. Mulailah dengan yang mudah- mudah. Ingat, si otak perasa ini mudah tersinggung dan tidak bisa berpikir rasional.  Perhatikan respon dari otak perasa setelah kamu melakukan tawar menawar. Bisa saja positif, juga bisa negatif. Apapun responsnya, kita tidak boleh bertengkar dengan otak perasa. Itu hanya bisa memperburuk keadaaan. Pertama karena tidak akan pernah menang, kedua karena perasaan akan tetap memegang kendali. Jika otak perasa semakin kusut, maka akan makin sulit dikendalikan. Dia akan meminta minum alkohol atau bisa jadi meminta menjatuhkan diri dari jembatan. Jadi kita harus menghindari pertengkaran. Proses terakhir yang harus kita pahami adalah negosiasi tidak bisa berhasil secara cepat. Tawar-menawar ini terjadi berhari- hari bahkan bertahun- tahun. Awalnya negosiasi akan alot dan sulit, tapi lama- lama kedua otak kita akan saling berbenah. Otak pemikir kita akan semakin bisa mengerti bagaimana cara memberikan pertolongan navigasi pada otak perasa atau emosi dalam menjadi kehidupan.

Mari bekerjasama untuk hari yang lebih baik

Mark Manson dalam buku “Everything is Fucked” yang sempat sebutkan di awal tulisan, juga menjelaskan bahwa ide tentang “ajarilah otak pemikir untuk bisa mengerti dan bekerja sama dengan otak perasa” adalah dasar dari CBT ( cognitive behavioural therapy/ terapi perilaku kognitif) dan ACT (acceptance and commitment therapy/ terapi penerimaan dan komitmen) serta banyak lagi istilah yang digunakan para psikolog klinis untuk membuat hidup kita menjadi lebih baik. Otak pemikir mungkin tidak memiliki kendali diri, tapi dia punya kemampuan untuk mengendalikan makna. Kita tidak perlu menyalahkan semua keburukan yang dilakukan oleh emosi, perasaan, atau intuisi. Cukup memberi makna yang berbeda atas semua kejadian buruk itu, bisa saja semua hal buruk yang telah kita pilih dan lakukan adalah sebuah proses untuk menjadi sekarang ini. Proses pembenahan hingga pada akhirnya kamu sampai pada artikel. semua proses itulah yang sebenarnya tidak ternilai dan tidak bisa diganti dengan apapun.

Apa yang saya lakukan pada istri saya dan membuatnya menangis dengan alasan yang tidak penting, merupakan aktifitas otak perasa. Bereaksi berlebih dan merespon tanpa berpikir panjang memang karakter otak perasa yang sudah dibahas sejak awal. Dapat dipastikan pada saat itu otak pemikir saya kalah cepat. Otak pemikir baru bereaksi setelah semuanya terjadi. Kadang butuh waktu berjam- jam, atau berhari- hari untuk otak pemikir bisa berkomunikasi dengan otak perasa dan menjelaskan bahwa yang dilakukannya keliru. Itulah sebabnya penyesalan selalu datang terlambat. Kadang otak perasa memang butuh berkali- kali melakukan kesalahan sampai pada akhirnya bisa diajak bekerja sama. Butuh latihan dan uji coba berkali- kali supaya otak pemikir bisa merespon lebih cepat. Jadi seperti inilah cara kerja nyata dari segala bentuk penyembuhan psikologis, yaitu dengan memperlihatkan nilai- nilai pada kita sendiri, supaya kita pun bisa memperlihatkan nilai- nilai kita pada dunia.